Ingrate! Moi?

Publié le par macchiato

...

Beberapa hari lalu housemate mendadak, tiada hujan tiada guntur , nanya gue, hey xxxx didja learn English when you came here.

Boh ...

─ Errr ... why?

Lanjutnya, why doncha learn English now instead of that French and Italian bullshit.

─ Errr ... why? What do you mean? Those are like a hobby to me, y'know to keep me going. Whazamatter?

Housemate: you really should learn it properly you know, like some people who go for a few years learning it at uni. Then you can become a professional, like an interpreter or something.

─ I don't really want to. It's just not the right thing for now.

The Tiny Tale of the Straine

Di balik semua kebetean dan bentrokan minor ─eg. giliran siapa bersihkan bathroom, siapa yang makan chips tanpa bilang gue sangat berterimakasih sama housemates gue yang banyak, dan dengan sangat senang hati, menunjukkan dan mengajarkan local customs. Mulai dari makanan tipikal, pub culture, local lingo, sebagian besar gue serap dari mereka.

Jangan bayangkan hidup gue instan bak indomie. Pertama kali lepas dari anjungan (imigrasi dan customs, maksudnya), masih FOB ─ fresh off the boat, kesulitan besar menghadang untuk mengerti kata-kata yang meluncur dari orang-orang di sekitar gue, what the heck this lot yappin' about. Bahkan gue masih inget, ditanya, do you understand us? LOL, dan dengan polos timpal gue, well yea it's not too bad until you start babbling so fast peppered with the local lingo.

Tidak sampai di situ saja. Dan ini lebih aneh lagi. Di minggu ke-2 atau ke-3 gue mulai mencari kerja. Di restoran. Kafe. Anything goes. The dreadful and most important thing is to dial the number in the paper. Gue nelpon sebuah kafe di suburb Northbridge, beh .. hal-hal kecil begini gue masih inget banget! Dan gue minta bicara dengan si designated person yang biasanya merangkap manager/owner. Dapat appointment buat interview. Tapi di akhir pembicaraan, gue ditanya, hey are you New Zealander? ^^ Errrr ... not really, no! Dan dalam hati, gue tampak seperti buah kiwi kah diliat dari depan, atau belakang?

Seperti kata legenda urban, to speak like an Ohzee keep your palate shut and tight. Dan tampaknya emang benar, mereka bicara lebih di ujung dalam rongga mulut. Maka perbedaan pun tampak jelas, diksi English English dan American English jauh lebih jernih. Apalagi ditunjang film-film yang diputar di RCTI. LOL

Hari-hari berlalu cepat. Kelas Academic English gue tanpa drama berarti. Dan telinga pun mulai terbiasa. Suatu hari, ikut teman, kami mengunjungi Uncle Bill, seorang imigré kelahiran Timor-Timur, di toko film (cuci&cetak) miliknya. Putrinya berusia 10 tahunan, dan dia bertanya kepada gue, do you speak Australian? Gue, dengan tegas, no I don't speak it but it's only an accent you know, Australian isn't a language in itself.

Dan akhirnya kini gue harus setuju dengan opini si gadis kecil itu.

Aus English memiliki nama intim The Straine. Ini pun gue dikasih tau oleh housemates. Alasannya, hemat gue, sebab akhiran kalimat yang keluar dari mulut seorang Australian, dengan palate tertutupnya ingat!, seringkali ber-rhyme dengan aehyn = jadilah straine. The Straine. We speak straine* here, kata housemates gue. [atau bisa juga, more like *strange hehee]

Ciri khas the Straine: tarikan hampir selalu terjadi di syllable terakhir. Suara sengau dan nasal. Kadang wordstress sedikit shifted dari mainstream.

Contoh kecil.

Cari seorang penutur asli English English dan minta dia demonstrasikan pengucapan negara kangguru ini. Dengan diksi super jernihnya, si UK ENG meletakkan emphasis-nya di Austra'lia. Sedangkan, sepupu dari Amrik utara, pun sama, Austra'lia, hanya beda sedikit kan . Lucunya, buat anak cucu para convicts buangan London, mereka akan memproduksi  [Austraiiyya] - sehingga kadang terjadi kerancuan, aaah you're from (eropa, maksudnya).

Namun, gue sendiri kadang kalo nemu seorang lokal -urbanite dari salah satu ibukota- mengagumi keutuhan aksennya, kontrari dengan opini dunia, gue cukup senang dengan the Straine dan aksen lokal.

Kecuali ... ^^ beh film-film Hollywood aja sering ada "but ... there's a but" - saat gue harus mengangkat telepon, untuk urusan pekerjaan, dan berbincang dengan a bloke from the country/outback. Bloody hell, aksen mereka jauh lebih kental dari bubur ayam langganan gue di Jakarta ! Gue harus fokus konsentrasi ekstra dan pick-up the keywords.

Fair dinkum ye reckon?



post scriptum: bagi yang pernah nanya, mengapa saya memutuskan pelajari Italian dan French ... hehe, saya belum lupa kok dengan pertanyaannya.

Publié dans australissimo

Pour être informé des derniers articles, inscrivez vous :