lutèce, quelle chaleur

Publié le par macchiato


posting ini didedikasiin buat pyro yg mendamba mencuri sebuah ciuman di antara pelita gemilang menara eiffel.
LOL « i reckon she'd definitely send her hitmen over this time round »

pun gue hendak ingetkan tulisan ini sangat bias, tampak di-romantisasi-kan in extremis, dateng dari perspektif gue ^^  ngga patut diherankan.

boh ...

panggil gue kampung, panggil gue unsophisticated, panggil gue kucluk, kupluk atao apapun, tapi semenjak gue ambil kelas french taon 2000 destinasi paris selalu tertanem di benak, mengusik tidur malam dan siang, memaksa gue meng-kustomasi perjalanan eropa pertama gue ber-klimaks di kota ini. tapi harapan bisa melenceng jauh dari kenyataan.


 

bak jakarta dg beberapa nama pseudo (jayakarta, batavia) paris pun berkisah sama. dulu kala, jauh sebelom caesar orok sempet bilang " vox popolux ", paris cuma kota hub kecil bernama Lutecia atao Lutèce dlm dialek lokal. sbg desa komersial de facto, namanya dikenal di penjuru galia tapi tetaplah ngga ada tai2nya dibanding grandiose roma dan kespektakulerannya. ambisi caesar melebar dan lutecia pun menjadi bagian dari propinsi galius.

gue ngga tau kenapa nama lutecia bisa mengilang tertelan jaman. secara historis, lutecia awalnya didiami oleh suku Pariisi yg berkonsentrasi di ile de la cité (sebuah pulau kecil di tengah kota paris) dan inilah asal muasal nama paris. buat senator2 roma, pariisi mungkin kurang pas dg lidah " refined " mereka dan dilabeli Parigi yg hingga sekarang masih digunakan oleh Italians.

melalui perjalanan waktu, paris berganti tangan. cengkraman roma mengendur, charlemagne berkukuh, lalu raja2 lokal ( burgundy,  normandy ) bersilihganti memegang tampuk kuasa. paris berkali2 difortifikasi, diransak, terbakar, dibakar, dibangun ulang hingga di kala penguasaan François I dimulai pendirian dan pemegahan istana dan residences buat keluarga royal - François I dengan kegemaran berburunya pun tak segan menyuruh bendaharanya membakar pundi2 negara untuk pendirian chateaux megah di luar paris. Louis XIV tak puas dg istananya, berinisiatif membangun sesuatu yg ia harap tak akan pernah tertandingi oleh raja2 eropa lainnya, palais terbesar, terindah, termegah dan tentu sajah termahal. maka mulailah pengurukan fondasi untuk les tuileries. Louis XV - the king of the sun - tak mau kalah, ia memperlebar les tuileries dan menginginkan palais yg lebih bagus lagi di luar paris, lokasi kota versailles dianggap strategis dan jadilah Le Palais de Versailles (foto).

  

                         



« Paris, me voilà ! »

Melompat ke taon 2002 - musim panas - gue bergegas melompat dari kereta. dan di luar hujan, gue
bisa liat motor2 terparkir di pelataran di gare du nord. gue masih bisa inget bau kota paris pertama kalinya dan aroma kopi yg di jalan2 yg becek. gue masih bisa inget patisseries, viennoisseries dg etalase yg berkilat, dg aroma pastry menusuk nostril. gue liat begitu banyak kafe di setiap sudut, kafe-kafe yg tampak ber-ambience rileks, khusus hanya untuk locals, sgt mengintimidasi turis. gue bak anak ilang yg pertama kalinya kembali ke rumah, semua tampak asing tapi familiar.

gagal membooking hostel, terlunta2 bak salesman terluka akhirnya gue dapetkan hotel murah, sgt murah buat standar paris, maka itu gue ngga berkeluh mendaki anak tangga hingga ke kamar kapsul gue di lantai enam, err ... hotel murah ini ngga ber-lift dan kasir-nya seorang pria afrika tak murah senyum ─ menandakan labour murah?   ^_^  boh ....

membolak-balik map * lafayette di tangan (*map gratis buat turis) gue susuri dg jari line
mana yg harus gue ambil untuk tiba seefisien mungkin ─ supaya ngga kesesat ─ di daerah

menara, la tour, tower of eiffel. ada tiga stops yg saling berdekatan dan tampak menjanjikan.

métro paris bagi gue bak pedang bermata dua, efektif efisien tapi banyak stasiun yg kumuh, bau pipis dan didiami oleh pengemis dan penjual buah. arrondissement demi arrondissement terlalui, métro yg gue tumpangi keluar dari bawah tanah menjadi street level, kaca jendela apartemen2 paris melintas di depan gue.

 

sekitar dua pemberhentian lagi nadi gue mengencang, bahkan gue bak bisa denger degup jantung. dari kaca jendela métro gue bisa liat bayang2 THE TOWER berkelebat. di benak gue, bah ini bak film picisan murahan, it's just pieces of metal strewn up together by some deranged architec. tapi gue terpana ngga bergeming ngga berkedip liat simbol epitome la republique.

di pelataran champs de mars -nya sendiri ngga terlalu impresif mungkin krn di sana turis berondolan memenuhi setiap jengkal, pedagang souvenir agresif menyebalkan dan mungkin adrenalin gue kembali normal.

gue pernah baca seorang travel journalist nulis « there's so much beauty compacted per square kilometre in paris than elsewhere i've been to » dan gue ngga akan menyangkal pernyataan ini.  mungkin taon depan setelah gue kunjungi Roma.


 

 
dan ... dengan gusar mata pyro mencelat dari satu punggung ke punggung lainnya, mencari si pria misterius di antara kerumunan massa, pria tampan bersuara berat yg akan menyapanya « bonsoir ma chérie, tu m'attends depuis longtemps ? » sebelum ia melingkarkan lengan kokohnya di pinggang pyro « mais tu as froid, tiens » sejenak kemudian memasangkan trenchcoat-nya. sedetik berlalu cepat ─ dengan sedikit keraguan di tatapan nanarnya ia pun memejamkan mata « puis-je ? » sebelum bibirnya memagut pyro  ... « ah oui .... je t'adore » « ne me quitte pas ....  ah je t'aime, je t'aime, je t'aime, je t'aime » dan kali ini pyro merelakan dirinya terhempas oleh lumatan Jean-Christophe ...................


LOL - yukk, pass me the bucket, quick! ^^
boh ... gue bisa jadi penulis stensil amatiran tampaknya. selama honornya memuaskan, pourquoi pas.

Publié dans affogato

Pour être informé des derniers articles, inscrivez vous :