facciamo il bucato

Publié le par macchi


Tidak jarang, berbagi akomodasi (share accommodation) menimbulkan hal-hal yang makan hati. Housemates dan saya bisa dibilang sama tidak sukanya dengan chore mencuci piring. Tapi piring-piring kotor di atas benchtop tersebut tidak akan membersihkan dirinya sendiri, bukan? Atau ada leprechauns yang datang tengah malam untuk mengambil alih tugas dapur?

Lucunya, dari tiga housemates, hanya satu (si pemilik rumah) dan saya yang paling giat membersihkan dapur. Housemate Gavin, tidak peduli sama sekali, ia menumpuk piring kotornya setiap beberapa hari sekali dan mengharapkan piring bersih keesokkan harinya (sebab ia tinggal di granny flat, maka ia pun punya dapur dan kulkas terpisah, tapi urusan cuci piring ia ogah). Housemate Jim ber-falsafah, I’ll wash whatever I use. Ini bukannya tidak berjalan, prinsipnya ia memang mencuci piring dan perkakas yang ia gunakan, tapi metode ini tidaklah fool-proof seratus persen. Kadang ia kelupaan, atau tergesa-gesa berangkat kerja di pagi hari, atau ia menumpukkan di atas tumpukan yang lain yang akhirnya “terselip”. Dan siapa lagi kalau bukan kami yang membersihkannya.

Dan ini seringkali jadi sumber prahara. «I’m so sick of doing the dishes, OK, somebody else’s mind you» - dan kadang saking malasnya, yang kebagian mengeluarkan dan menyusun perkakas dari mesin cuci piring (dishwasher) selalu saya, sedangkan yang lain lebih gemar memasukkan piring kotor. «I don’t mind doing this, but not all the time. There’s no way I’ve used this many plates and cutleries» ah teriakan putus asa saya cuma terlewat bak angin bahorok di kuping housemates.

Sedangkan di kantor, saya termasuk pemalas mencuci perkakas, biasanya saya simpan dulu sendok dan garpu kotor, lalu dicuci sekalian dengan mug dan espresso cups (saya punya dua loh, keduanya aktif digunakan).
Singkat kata, demi hemat energi dan sabun (padalah males aja). Tapi ini ditentang oleh Patricia, seorang workmate, yang selalu mencuci setiap kali selesai digunakan. Tapi ia mencuci dengan air dingin à la asia. Praktek yang tidak umum di kalangan suku barat. Patricia berargumen, nah hot water burns my skin, it irritates me afterwards. Well, the girl got a point!

Tapi di tempat saya, aduh saya dulu dikecam menggunakan tidak menggunakan metode lokal à la bulé.  LOL. Naaah, you’re doing it all wrong, we do it this way. Lemme show you.

Teknik cuci piring cara :

Barat anglosakson
Indonesia

1. Pasang plug di sink.
2. Nyalakan keran air panas.
3. Tambahkan dishwashing liquid hingga suds (busa) mengambang.
4. Dengan sponge, cuci perkakas di dalam busa panas di sink.
5. Bilas, keringkan, atau lap dengan kain.
6. Susun di rak.

1. Celup sponge secukupnya dalam cairan sabun pencuci.
2. Cuci perkakas.
3. Bilas, keringkan, atau lap dengan kain.
4. Susun di rak.


Keduanya punya keunggulan dan kekurangan masing-masing. Dengan air panas dan sabun, biasanya kotoran lengket mudah terlepas. Tapi di Indonesia, keran air panas kan jarang tersedia, masa mesti rebus air dulu?

Tapi yang rada mengerikan itu ember pencuci mangkok pedagang keliling, eg. bakso, mi, somay, nasi goreng, bakwan, dll … itu air di ember seharian kan ngga ditukar, stagnan, yang itu-itu doang. Dan alat makan yang diberikan ke pembeli yah semuanya melalui air yang telah dipake mencuci piring pembeli sebelumnya.

Untungnya, keluarga di Jakarta sih, kami selalu pake piring dari rumah sendiri – kecuali kalo tengah jalan bareng temen, mau ngga mau rela pasrah tergantung sense of hygiene si pedagang. Tapi selama makanannya enak, soal perkakas bersih atau tidak … err, mungkin belakangan, entar aja, dipikirinnya! LOL. Tampaknya, anak-anak di Indonesia, jarang sakit karena jajanan - terbukti saya dan teman-teman dulunya, atau memang tubuh kita melepas antibiotik alami saking banyaknya germs yang menginfiltrasi???

Boh ...

Publié dans affogato

Pour être informé des derniers articles, inscrivez vous :